Rabu, 14 Maret 2012

Orang Tua Jangan "Jebak" Anak dengan Jawaban Bocoran

KARANGANYAR – Pekan depan, tepatnya mulai 13 Maret, seluruh siswa SMA akan memulai ujian sekolah. Siswa diminta bersiap dan tidak meremehkan ujian tersebut, karena bobotnya 40 % dari nilai kelulusan.
"Kalau tidak lulus ujian sekolah, siswa juga tidak akan lulus. Karena untuk lulus sekolah, harus lulus ujian sekolah dan ujian nasional (UN). Hanya pembobotannya yang berbeda, UN 60 %," kata Drs Shobirin Munawir, Kepala SMA 1 Karanganyar.
Sekolah itu sudah memulai sosialisasi kepada orang tua untuk ikut menyiapkan anaknya, menghadapi ujian akhir. Sebab waktu anak 2/3 ada di rumah, sehingga orang tua yang wajib menjaga. Kesiapan mental tidak kalah penting disiapkan.
"Jangan sampai orang tua yang malah ribut mencari bocoran soal, apalagi bocoran jawaban. Itu 100% bohong. Sebab ujian nasional dibuat lima ragam soal, A sampai E. Siswa tidak tahu mendapatkan jatah soal yang mana," kata dia.
Pengalaman tahun 2009, SMA 1 Karanganyar tidak meluluskan seorang anak, di antara lebih dari 280 siswa. Ternyata ketika itu dia salah menulis di lembar jawaban yang mestinya soal A ditulis soal B. Nilainya jeblok semua karena berbeda.
"Itu menjadi salah satu indikasi penjualan bocoran soal atau lembar jawaban tidak betul. Sebab siswa tidak pernah tahu mendapatkan paket soal yang mana. Karena itu membangun percaya diri lebih penting agar anak memiliki kesiapam mental dan juga materi," kata dia. (suaramerdeka.com)

Sekolah Swasta Dirugikan Permendikbud 60/2011

SEMARANG, Sekolah swasta dirugikan dengan adanya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 60/ 2011 yang melarang penarikan pungutan untuk sekolah dasar (SD dan SMP sederajat). Larangan tersebut dinilai menghambat proses pembelajaran di sekolah swasta. Kebijakan itu dirasakan berat oleh sejumlah Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) di Jateng, salah satunya Kota Semarang.
Anggota Komisi E DPRD Jateng Muh Zen Adv menyatakan, peraturan itu hendaknya tidak diberlakukan secara kaku supaya sekolah swasta yang kemampuan pendanaannya minim tidak gulung tikar alias tutup. Permendikbud tidak bisa disamaratakan, namun bisa menjadi wajib bagi sekolah negeri yang kebutuhan investasinya telah dipenuhi pemerintah.
"Untuk sekolah swasta, ini harus ada dispensasi khusus. Acuannya, pungutan yang diberlakukan sesuai dengan komitmen antara sekolah dan orang tua siswa," katanya, Rabu (29/2).
Zen yang juga Ketua Persatuan Guru Swasta Indonesia (PGSI) Jateng menyatakan, pasal 4 Permendikbud Nomor 60/2011 dijelaskan sekolah diperbolehkan meminta bantuan masyarakat dengan persyaratan tertentu. Antara lain, yakni bantuan harus dikomunikasikan besaran kebutuhan biaya pendidikan yang dibebankan, tentu dengan pengawasan ketat dari institusi terkait. Pasal 4 dinilainya bisa menjadi dispensasi bagi sekolah swasta yang tidak bisa menggantungkan dana pemerintah dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Menurut dia, dana BOS itu tak akan mampu mencukupi kebutuhan, baik pemenuhan sarana prasarana maupun gaji tenaga pendidik. "Sekolah swasta dapat meminta pungutan dengan catatan tidak memberatkan orang tua siswa. Besaran atau nominalnya harus ditentukan lewat musyawarah sekolah dan orang tua murid, jangan secara mendadak disodori angka tanpa dibicarakan lebih dulu," jelasnya.
BMPS Kota Semarang menjadi salah satu badan yang menyampaikan keberatan terhadapnya. Wakil Ketua BMPS Kota Semarang Kustiyono menilai kebijakan tersebut bakal menyulitkan sekolah swasta. Bila diberlakukan kaku, maka ia meyakini akan banyak sekolah yang gulung tikar. Sebab, dana BOS tidak mampu mencukupi kebutuhan sekolah swasta. Kemendikbud diminta supaya memberlakukan peraturan secara fleksibel supaya tidak merugikan sekolah swasta. (suaramerdeka.com)